Barangkali pernah muncul di dalam benak kita,
mengapa energi nuklir bukan termasuk energi terbarukan ? Padahal
mungkin sering kita dengar argumentasi bahwa energi nuklir tidak ada habisnya.
Untuk meyakinkan publik, para pendukung energi nuklir mengatakan bahwa matahari
(sebagai sumber energi terbarukan di dunia ini) pada dasarnya merupakan
pembangkit energi nuklir alam. Tepatkah argumentasi ini ?
Untuk mulai menjawab pertanyaan ini, pertama kita
perlu merujuk kembali definisi energi terbarukan. Rupanya ada beberapa definisi
mengenai energi terbarukan, diantaranya adalah:
- Setiap
sumber energi yang secara alamiah dapat dibangkitkan kembali dalam waktu
yang singkat dan merupakan turunan langsung maupun tidak langsung dari
energi dari matahari atau dari energi pergerakan dan mekanisme alamiah
lainnya. Energi terbarukan tidak termasuk sumber energi yang dihasilkan
dari bahan bakar fosil, atau produk sisa dari fosil, atau produk sisa
sumber non-organik.
- Sumber
energi yang secara alamiah tiada habisnya tetapi terbatas dalam alirannya.
Energi terbarukan bisa dikatakan tidak akan habis menurut fungsi waktu,
akan tetapi energi per satuan waktu yang tersedia terbatas.
Jika merujuk pada pengertian tersebut sekilas ada
peluang energi nuklir masuk dalam kategori ini, dengan asumsi bahwa ketersediaan
energi nuklir secara virtual tak terbatas.
Pertanyaanya apakah benar bahwa dengan teknologi
yang ada saat ini, manusia bisa memanfaatkan energi nuklir dengan
tiada habisnya? Jawabannya tenyata tidak. Mengapa?
Teknologi nuklir yang paling banyak digunakan
saat ini adalah teknologi fisi dengan bahan bakar
sekali pakai (once through). Teknologi ini menggunakan uranium alam sebagai bahan bakar. Dengan
jumlah PLTN seperti saat ini, uranium alam yang tersedia akan habis dalam waktu
kurang lebih satu abad. Jika jumlah konsumsi energi nuklir meningkat maka tentu
akan habis dalam waktu yang lebih singkat.
Ada teknologi yang disebut nuclear spent fuel
reprocessing, atau pemrosesan kembali bahan bakar nuklir habis pakai.
Dengan teknologi ini sebagian bahan bakar habis pakai dapat digunakan
kembali, sehingga cadangan uranium alam yang ada bisa digunakan untuk jangka
waktu yang jauh lebih panjang, mungkin hingga ribuan tahun. Namun reprocessing
mengandung resiko paparan radiasi yang
sangat tinggi karena proses ini dilakukan di luar reaktor dan melibatkan
proses kimia yang relatif kompleks serta rentan kecelakaan.
Teknologi yang lain adalah dengan menggunakan
reaktor yang disebut fast breeder reactor. Secara teori,
teknologi ini bahkan bisa menghasilkan bahan bakar nuklir yang lebih besar dari
yang digunakan. Namun demikian, teknologi ini hingga kini masih sekedar konsep.
Walaupun sudah dicoba secara experimental, sangat diragukan akan mampu
digunakan secara komersial. Disamping itu, teknologi ini mengandung resiko yang
sangat besar karena fast breeder reactor membutuhkan pendingin logam
cair yang sangat mudah meledak dan jika sampai terjadi kebocoran akan sangat
membahayakan lingkungan. Disamping itu pengendalian reactor ini jauh lebih
kompleks dari reaktor konvensional, akibatnya, tingkat keandalan reaktor
tersebut sangat rendah.
Anggaplah teknologi tersebut dapat
direalisasikan, apakah dengan demikian nuklir bisa dikategorikan sebagai energi
terbarukan? Jawabnya, sekali lagi tidak.
Kalau kita bandingkan antara sumber energi
terbarukan dengan nuklir ada satu perbedaan yang sangat tajam. Energi
terbarukan itu bersifat ramah lingkungan sementara dari tinjauan apapun energi
nuklir justru mengancam lingkungan dan membahayakan keselamatan. Mulai dari
proses penambangan uranium, konversi dan fabrikasi bahan bakar, pengoperasian,
pengelolaan limbah hingga penyimpanan akhir limbah nuklir, semuanya mengancam
lingkungan dan keselamatan. Disamping itu perlu diingat, bahwa kerusakan yang
ditimbulkan oleh kecelakaan nuklir bersifat irreversible (tidak bisa
diperbaiki kembali).
Kalau kita telusuri semua proses tersebut maka
tidak terbantahkan bahwa nuklir jauh dari sifat-sifat energi terbarukan, bahkan
dampakanya jauh lebih buruk dari energi fosil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan Pendapatmu...