Pria tinggi ramping berkacamata itu melompat ke panggung.
Begitu menyapa audiens, dalam beberapa kata berikutnya seisi ruangan mulai
mabuk antusiasme. Ribuan kalimat meledak dari mulutnya, audiens berdiri,
mengangkat tangan, menyentuh pundak teman sebelah, atau melompat tinggi sambil
berteriak, seolah tersihir oleh instruksinya.
Tatang Sutikno terdiam. Bisnisnya hancur, mengangakan utang.
Anak ketiganya, Tung Desem Waringin, yang baru dilahirkan di Solo, 22 Desember
1967, tak mampu ia tebus dari rumah sakit. Uang sumbangan dari para saudara
justru ia pakai untuk membayar utang. Selintas ia seolah ayah yang kejam.
Namun, justru ia tengah memberi pelajaran pertama pada si orok. “Kita harus
memegang janji. Walau tak punya uang, harus tetap bertekad membayar utang,”
begitu Tung menirukan kata-kata ayahnya.
Syukur, mulai 1969 ayahnya mulai bangkit, punya toko emas.
Ketika duduk di kelas 2 SD, Tung dan kedua kakaknya dipanggil sang ayah. “Kalau
kita tak bisa jualan dengan baik, maka toko akan tutup, lalu kalian tak bisa
sekolah, dan kita semua tidak bisa makan,” begitu pesan Tatang. Tung kecil amat
sedih, membayangkan dirinya tidak makan, lalu mati.
Sejak itulah Tung mulai tertarik pada dunia marketing. Otaknya berpikir keras, bagaimana caranya orang bisa percaya seumur hidup dan toko berjalan terus. Ayahnya selalu bilang, “Kamu tak boleh nipu!” Itulah pelajaran kedua.
Sejak itulah Tung mulai tertarik pada dunia marketing. Otaknya berpikir keras, bagaimana caranya orang bisa percaya seumur hidup dan toko berjalan terus. Ayahnya selalu bilang, “Kamu tak boleh nipu!” Itulah pelajaran kedua.
Jatuh-bangunnya usaha ayahnya membuat Tung terobsesi, suatu
saat harus bisa membantu toko ayahnya meraih sukses. Juga membantu toko orang
lain, agar tak terjadi hal yang sama dengannya. Itulah awal ia memberi
perhatian bagaimana membantu supaya bisnis orang lain bisa jalan.
Juara panco
Namun, seperti juga usaha ayahnya, perjalanan sekolah Tung
hingga kelas 2 SMA tidak mulus. Baru ketika kelas 3 SMA ia mulai sadar karena
takut enggak lulus. Ia ingat nasihat ayahnya sejak kecil, “Kalau ingin sukses,
bergaullah dengan orang sukses.” Ia pun ikut les kimia bareng para juara I
sekolah lain. Akibatnya, ia paling lemah. Gurunya gemas. Tung terpacu, semua
soal dari Skalu tahun 1965 – 1985, pelajaran kimia, matematika, fisika, minimal
sudah empat kali ia kerjakan. Karenanya, ia hafal, dan nilai Ebtanas murninya
cukup bagus.
Tung muda diterima di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo,
di Fakultas Ekonomi, jurusan Studi Pembangunan. Ia merasa salah jurusan, tidak
happy. Lalu mendaftar ke Fakultas Hukum (FH) UNS jurusan Hukum Perdata. “Di
sini saya fokus, determinasi one and only”. Ia bertekad jadi nomor satu. Maka,
ia menempel ke mahasiswa teladan. Ia dapat tiga resep. Pertama, indeks prestasi
harus di atas 3. Kedua, harus aktif di lembaga kemahasiswaan agar menonjol dan
sosialisasinya bagus. Ketiga, harus aktif ikut lomba karya ilmiah. Berkat tekad
membara itu, berbagai gelar juara dalam perlombaan akademis berhasil diraihnya.
Tak kurang 32 piagam kejuaraan ia kumpulkan, termasuk juara tenis meja dan
juara panco.
Semangatnya untuk kuliah dengan baik juga ia tunjukkan.
Sebelum kuliah, ia membaca empat buku acuan, padahal yang dianjurkan cukup satu
buku. Saat kuliah, ia duduk di depan dan rajin bertanya. Dengan begitu dosen
mengenalinya sebagai mahasiswa aktif dan pintar. Mulai semester awal nilainya
sudah bagus. Kuncinya, ia adopsi dari mahasiswa teladan tahun sebelumnya, yang
menyuruhnya mempelajari soal-soal ujian tahun-tahun sebelumnya. Dari mana ia
dapat? “Dari karyawan tata usaha kampus, saya sogok makan gado-gado, ha-ha-ha
….”
Ketika tinggal skripsi, Tung menjadi salesman emas, yang ia
ambil dari toko kakaknya dan dari pengusaha emas di Jakarta. Ia berkeliling
dari toko ke toko, mulai dari Tayu, Jepara, Semarang, Salatiga, Ambarawa,
sampai Pekalongan. Selagi asyik dengan emas, Tung terpilih jadi mahasiswa
teladan UNS. Karena ia jarang kuliah, temannya menyindir, “Wah, teladan nih.
Kalau semua mahasiswa meniru kamu, kampus kosong.”
Rahasia Tung menjadi yang terbaik rupanya sederhana, yakni
keyakinan bahwa “Suatu kejadian negatif, jika diberi arti berbeda ,maka
hasilnya jadi positif.” Ia memberi contoh, ketika ayahnya gagal berjualan emas,
ia terpacu untuk piawai berjualan. Betul juga, Tung malah sukses menjadi
salesman emas.
Spesialis bank limbung
Lulus kuliah, begitu banyak ia mengirim lamaran. Namun, tak
satu pun yang memanggilnya. Hanya Bank Central Asia (BCA) yang tertarik
memanggilnya pada Agustus 1992. Dari 200 pelamar tersaring hanya delapan orang.
Semuanya lulusan luar negeri, kecuali Tung. Ia langsung menjalani training di
Jakarta. Di kelas, ia menonjol karena banyak bertanya, walau tak jarang
pertanyaannya terlampau awam sehingga sering ditertawai seisi kelas. Ia tak
perduli. Pada ujian minggu pertama nilainya tertinggi. Teman dan pengajar mulai
respek. Akhirnya, ia menjadi lulusan terbaik.
Ia langsung dikirim ke BCA cabang Surabaya untuk membenahi
22 cabang pembantu (capem) yang hasil audit operasionalnya terburuk
se-Indonesia. “Saya dikirim sebagai Tung ‘Rambo’ Waringin, karena tanpa anak
buah, tanpa jabatan, tanpa kewenangan, dan dijatah dua tahun harus selesai,”
kenangnya. Dengan gerak cepat, Tung cuma butuh waktu empat bulan untuk
membereskannya. “Surabaya memperoleh hasil audit terbaik di seluruh Indonesia,
dari nomor 20 ’seketika’ jadi nomor satu.” Setelah itu cabang Kupang dan Malang
ia bereskan. “Sampai hari ini Malang masih yang terbaik,” ungkapnya ketika
ditemui awal September 2005 lalu.
Mengapa Tung begitu mudah membereskan persoalan bisnis?
“Kuncinya, manusia bergerak karena cari nikmat meninggalkan
sengsara. Waktu saya menggerakkan manusia, peraturan tinggallah peraturan jika
tidak disertai hukuman. Aturan tanpa punishment hanyalah imbauan.” Nah, Tung
dengan keras menjaga peraturan, termasuk melakukan denda jika suatu unit
melakukan kesalahan. Denda ditanggung karyawan dan pimpinan unitnya.
Tung bisa sehebat itu karena ia belajar terus. Sambil
menunggu penempatan, ia tinggal di Jakarta, dan minta surat izin belajar ke
divisi audit, sistem, treasury, keuangan, consumer banking, umum, dan
sebagainya. “Mungkin saya satu-satunya orang yang paling lengkap pengetahuannya
di BCA. Saya tak perlu tahu semua, yang penting saya tahu orang yang lebih
tahu.” Resep kedua, ia belajar dari cabang yang hasil auditnya terbaik.
Ketika harus membuka cabang di Malang Utara, ia memulai
semuanya dari nol, termasuk sewa ruko untuk kantor, bahkan karyawan. Di tangan
Tung, kartu ATM bertumbuh cepat. Soalnya, ia mengiming-imingi nasabah dengan
undian berhadiah mobil dan puluhan ponsel. Ia juga memberi uang insentif plus
penyematan pin emas bertuliskan “Marketing Champion of BCA” pada karyawan yang
menjaring banyak pelanggan.
Berkat kepiawaiannya, pertumbuhan kartu ATM di Kota Malang
terbesar se-Indonesia, yakni 204.000. Selain itu, tingkat mati mesin ATM-nya
terendah se-Indonesia. Saat memimpin Cabang Utama Malang, tahun 1998, BCA
diambil alih pemerintah. Di kala semua cabang kehabisan uang, cabang Malang
justru kebanyakan uang. Deposito membanjir.
Titik balik
Keberhasilan demi keberhasilan di BCA yang diraih Tung
membuat 12 perusahaan mengincarnya. Ia tak terlalu tertarik. Namun, ketika
tahun 2000 ayahnya sakit dan ternyata hasil jerih payahnya hanya cukup untuk
membayar perawatan sang ayah di kelas 3 RS Mount Elizabeth, Singapura, ia
merasa sedih. Tung menangis. Akhirnya, ia mengajukan surat pengunduran diri
dari BCA Mei 2000 dan pindah ke Lippo Group.
Namun, di Lippo Shop, sebagai senior vice president
marketing, ia tak cocok dengan pimpinannya. Februari 2001 ia mundur. Tung nekad
mengikuti seminar Anthony Robbins di Singapura, meski biayanya AS $ 10.000.
Untuk membayar, tanahnya di Malang ia jual.
Suami Suryani Untoro ini memulai karier barunya dengan
langkah kanan. Ia berhasil menjadi salah satu murid terbaik Anthony Robbins dan
terpilih sebagai Exclusive Indonesia Anthony Robbins Authorized Consultant. Ia
juga menjadi murid Robert G. Allen, pakar marketing terkemuka dunia. Bahkan
menjadi Exclusive Indonesia Robert T. Kiyosaki Authorized Consultant.
Sebagai konsultan, ia pertama kali menjadi pembicara tamu
acara yang diselenggarakan Columbia Elektronik dan Furnitur di Gedung Koni
Jakarta. Sayangnya, sound system seminar itu seadanya dan saat ia naik pentas,
AC ruangan tiba-tiba mati. Terang saja ia diteriaki sekitar 1.000 peserta dan
diminta supaya turun.
Ditantangnya Columbia untuk menggelar seminar gratis di
Balai Sarbini. Gayung pun bersambut. Sekitar 4.300 orang hadir dalam seminar
itu. Dampaknya, omzet penjualan Columbia bulan berikutnya naik 40%, bulan
depannya lagi 30%.
Bukan hanya jadi pembicara publik, ia juga melayani
konsultasi pribadi. Kliennya mulai dari anak petani sampai anak mantan
presiden. Berbeda dengan konsultan lain, ayah dari Tung Waldo Kamajaya (7) dan
Tung Alta Kania (4) ini “menyentuh” setiap orang dengan hati. “I do everything
untuk mengubah orang. Dalam terapi, kalau perlu, ia saya pukul.”
Ia memacu orang untuk berani melakukan breakthrough, terobosan, baik personal maupun bisnis. Ia berhasil. Begitu banyak orang yang tadinya takut, menjadi berani. Dalam bisnis pun orang berani melakukan action, hingga meraih keuntungan berlipat ganda.
Ia memacu orang untuk berani melakukan breakthrough, terobosan, baik personal maupun bisnis. Ia berhasil. Begitu banyak orang yang tadinya takut, menjadi berani. Dalam bisnis pun orang berani melakukan action, hingga meraih keuntungan berlipat ganda.
Tak cuma itu. Berkat “ilmu” yang diberikannya kepada
orang-orang kepercayaan perusahaan, performa bisnis banyak perusahaan berhasil
ia lipatgandakan. Memang, setelah hati dan pikiran disentuh Tung, orang seperti
tersihir, dan tergerak untuk berubah lebih baik. Kekuatan motivasi yang
dibangkitkannya mampu menyalakan keberanian seseorang untuk melawan rasa takut
terhadap apa pun.
Ratusan ribu orang telah merasakan manfaatnya. Namun, ia
lebih suka disebut pelatih sukses, karena, “Saya juga memberi langkah-langkah
menuju sukses.” Wajar kalau di sela-sela waktunya memotivasi orang untuk
sukses, ia juga dipercaya menjadi pengasuh acara “Smarth Wealth” di radio Smart
FM dan kolumnis rubrik “Road to be Wealthy” di Majalah Warta Bisnis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan Pendapatmu...