Powered By Blogger

Senin, 23 Februari 2009

Fenomena Ponari

           Sekarang ini sedang booming-boomingnya pengobatan alternative extra cepat dari "Batu Geledeknya Ponari". Mungkin muncul pertanyaan dari banyak orang...
Sebenarnya apa sih yg membuat orang-orang berbondong-bondong untuk bertemu bocah petir tersebut, sampai mereka ga peduli lagi betapa sakitnya harus berdesak-desakkan bahkan sampai timbul korban?
Sudah sedemikian parahkah Iman dan Kepercayaan seseorang? hingga percaya hanya dengan batu yang dicelupkan pada air minum dapat menyembuhkan segala macam penyakit.

          Mungkin mereka pun (yg datang berobat) tak dapat disalahkan, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang kurang mampu yang hidup untuk makan pun sudah susah apalagi harus berobat, jelas mereka tidak sanggup.

         Mereka bisa saja tidak berlaku demikian jika mereka mendapat cara pengobatan yang layak. Dewasa ini sulit menemukan tempat pengobatan yang berbiaya murah atau gratis bagi rakyat miskin. Masyarakat mungkin sudah lelah akan harapan dan janji dari pemerintah dan mereka sudah bosan akan keruwetan negara ini. Mereka merindukan hal yang baru, sesuatu yang dapat membebaskan mereka dari penderitaan.

        Hal seperti ini baiknya dijadikan refleksi bagi pemerintah untuk lebih memaksimalkan lagi kinerja mereka dalam bidang kesehatan bagi rakyat miskin. Karena merekalah (rakyat miskin) yang rawan terkena berbagai macam penyakit karena lingkungan dan keseharian mereka.
       Sungguh memprihatinkan bila sampai jatuh korban lagi karena kasus yang demikian.

       Kita sebagai makhluk berpendidikan sudah semestinya juga merefleksikan diri dari kasus Ponari ini, "Ponari mendorong kita untuk jeda sejenak dan berkaca, sejauh mana harapan bawah sadar kita terpenuhi? Janganlah kita berhenti pada kepercayaan akan pencerahan rasional, kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi, atau pada program formal pemerintah saja. Kita butuh pendekatan kemanusiaan yang transendentral, utuh,dan memenuhi harapan masyarakat,"kata Sindhunata_pengamat sosial-budaya.
(Kompas 22 Februari 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Pendapatmu...